[dropcap type=”default”]D[/dropcap]ia adalah perempuan istimewa yang hadir di dalam hidupku, rasa sayangnya dan kebaikannya tak akan pernah dapat kubalas.
Setiap fase dalam hidup ku, ia selalu hadir. Mulai dari aku sekolah, meniti karir hingga aku menikah, ia selalu ada.
Dia adalah Tiarma Sitorus, dia adalah opung boruku. Tulisan ini adalah kenangan ku bersamanya.
“ Rio, kaunya itu”? Tanya opung boru
“Iya opung, akunya” kataku.
Secara berkala aku selalu mengunjungi rumah opungku yang terletak di Duta Mas, Batam Centre.
Setiap aku ada kerjaaan di Batam Centre, aku selalu mampir ke tempat opung.
Dimana pun opung berada, ia selalu menyambutku.
“ Tina, Natal dimana kalian, itu abang mu datang , bikin dulu minuman untuknya” panggil opung ku kepada kedua sepupuku.
“ Makan Rio, itu ada nasi di dapur,” katanya lagi.
Setiap aku datang berkunjung ke rumah opung, pasti itu pertanyaannya . Ia tak suka kalo cucunya kelaparan atau kehausan.
Ditemani secangkir teh manis panas, aku dan opung duduk di teras sambil bercerita. Setiap sore ia selalu minum energen kesukaannya.
Selalu ada cerita dari opung ku ini, dan aku pun tak pernah bosan untuk mendengar opung berbicara.
Kadang terdengar gelak tawa dari obrolan kami. Mendengarnya ceritanya aku seperti kembali ke masa kecilku.
Siang itu di depan kuburan opungku adegan percakapan tersebut terulang kembali. Aku menggengam erat tangan istriku, ketika secara perlahan peti mati opung masuk ke liang kuburan.
Opung meninggal 14 Juni 2017 lalu. Di usia 85 tahun ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal di rumah sakit BP Batam.
Untuk terakhir kali aku menaburkan tanah ke liang kubur, tak ada tangis tapi rasa hampa di hati ku sangat terasa.
Kami sekeluarga pulang ke kota Perdagangan, Sumatera Utara untuk mengantarkan opung ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Opungku dikebumikan di Pintu Batu, Toba Sumatera Utara, berdampingan dengan kuburan opung doli.
Sebelumnya selama beberapa hari kami mengelar pesta adat untuk menghormati opung.
Opung ku ini sangat istimewa, sejak aku mengenalnya, dia tak pernah mau merepotkan anak-anaknya. Begitu juga ketika masa tuanya
“ kalo masih bisa aku mencari uang , tak perlu aku dikirimin uang dari anak-anakku,” katanya.
Iya, opung ku ini seorang pengusaha sejati. Di kampungnya kota Perdagangan ia memiliki beberapa pajak ( kios), becak motor maupun angkot.
Semuanya adalah buah kerja kerasnya selama bertahun-tahun.
Opung pernah bercerita padaku, ia memulai berjualan sejak ikut opung doli tugas sebagai tentara di Aceh.
Ia mengatakan dengan anak 10 dan hanya bergantung dengan gaji tentara tentunya tidak cukup.
Ia berusaha mencukupi kebutuhan itu dengan berjualan. Awalnya ia malu untuk berjualan, nanti apa kata orang. Bahkan saat jualan opung pernah sembunyi karena ada kenalannya lewat.
“ Dulu aku masih malu kalo berjualan, tapi itu dulu. Kalo aku malu, anakku ngga bisa makan nanti, makanya aku harus terus berdagang,” ceritanya
Ia sangat luwes berdagang, ingatan masa kecil ku ketika ikut beliau jualan di pajak, ( di sumatera utara tempat berjualan disebut pajak). Setiap orang disapanya dengan hangat, apalagi yang mau belanja selalu dilayani dengan baik.
Soal tawar menawar harga menjadi hal biasa ketika berjualan. Kata opung ku itulah seninya berdagang.
Opung selalu memberikan harga terbaik. Ia selalu mengatakan apabila kita baik dengan orang, maka orang itu akan baik dengan kita.
Begitu juga ketika kita berhutang harus membayar, jangan pernah lupa itu. Hal ini selalu kuingat.
Alhasil opung ini selalu dipercaya oleh toko distributor di Pematang Siantar. Apapun pesanannya selalu diantar. Pajak opung selalu lengkap dengan aneka perlengkapan rumah tangga.
Waktu kecil, ikut opung ke pajak adalah hal yang menyenangkan. Aku bisa makan kue ketawa dan makan mie gomak. Seperti biasa aku tinggal ambil aja di warung dan opung yang akan membayarnya nanti hehehe.
Sudah banyak yang dilakukan opung ku untuk cucunya, terutama aku. Masih teringat hingga sekarang. Mulai dari sekolah ku di Jogya, Opung doli dan boru punya andil besar
Waktu itu aku lulus SMP dengan NEM kecil, sehingga kecil kemungkinan untuk sekolah di luar daerah. Padahal teman seangkatanku keluar Batam untuk melanjutkan sekolah di Bandung dan Jakarta.
Opung doli dan boru yang berhasil membujuk bapak dan mamak untuk menyekolahkan ku di jogya.
Kebetulan waktu itu kami harus menghadiri pernikahan tulang di Yogyakarta.
”Sekalian kalian ajaklah si Rio ke Jogya, kalo tak bisa masuk sekolah di sana kita bawa pulang lagi dia,” bujuk opung ku
Akhirnya mamak dan bapak luluh juga dan mengajak aku pergi bersama. Puji Tuhan akhirnya aku diterima di SMA 10 Yogyakarta.
Sekolah di Yogya dan kuliah di Bandung membuat aku jarang bertemu dengan opung. Karena opung tinggal di Perdagangan.
Aku mulai bertemu opung sejak 2007. Opung ku mulai tinggal di Batam, tepatnya di rumah Duta Mas. Dan aku yang kebetulan waktu itu masih single dan muda, tinggal bersama opung.
Banyak cerita kami bersama ketika tinggal berdua, yang pasti opung yang sering bercerita. Darinya aku mendapat cerita tentang masa muda orangtuaku.
Tapi kebersamaan kami harus berakhir. Bersamanya banyak nasihat yang diberikan untukku.
Aku beruntung menjadi cucu mu opung, terimakasih atas segalanya kasih sayang yang pernah opung berikan untukku. (Rio Bara )